TIDAK terhitung lagi berapa banyak pemain berkualitas jempolan silih berganti menghuni skuad Persib Bandung. Baik dari barisan pemain nasional Indonesia maupun pemain-pemain asing. Tapi, hingga saat ini, gelar juara yang didamba tidak pernah diraih jagoan Bandung.
Tragis sekaligus miris. Apalagi biaya mendatangkan mereka jelas tidak sedikit. Bahkan menguras kocek manajemen tim. Ironisnya, proyek mercusuar Maung Bandung itu tidak pernah berhenti. Malah sudah menjadi tradisi yang menguratakar. Dan jadi trend setter setiap kompetisi LSI digulirkan.
“Manajemen tim Persib sudah terjebak pada stigma pemain hebat dan berpengalaman pasti bisa mempersembahkan gelar juara. Hingga mereka tidak pernah bosan untuk terus mendaratkan pemain berkualitas jempolan setiap kali kompetisi digulirkan. Dan menggusur pemain muda yang potensial. Nyatanya, Persib terus menangkap angin,” beber Max Timisela, mantan pemain Persib era 70-an.
Padahal, menurut Max, gelar juara itu tidak bisa ditentukan oleh banyaknya deretan pemain hebat yang menghiasi sebuah tim. Tapi lahir dari sebuah kebersamaan dan kecintaan yang tulus pada tim yang dibelanya. Itu yang bisa membuat motivasi dan daya ledak sebuah tim menggila di setiap laga wajibnya.
"Pemain berpengalaman dan punya nama memang dibutuhkan sebuah tim. Tapi, bukan satu-satunya kunci kesuksesan. Justru, kumpulan pemain yang datang dengan hati bersih dan kecintaan bermain untuk Persib yang bisa merubah kebuntuan prestasi. Saya yakin itu," tukas Max pada persibholic.com.
Max tidak sedang bermimpi. Bukti sudah terhampar jelas. Sejak kran pemain hebat dibuka lebar manajemen Persib, belum ada gelar prestisius yang bisa dipeluk jagoan Bandung. Torehan terbaik hanya peringkat tiga klasemen umum sementara, kala Persib masih dibesut Jaya Hartono.
Itu sebabnya, dalam upaya meraih gelar juara yang telah hilang, seharusnya dalam mencari pemain, Persib jangan lagi terlena dengan para pemain yang mempunyai nama besar. Tapi, membudayakan perekrutan pemain berdasarkan kebutuhan tim. Dan skema permainan yang diinginkan.
"Sebenarnya, Tanah Pasundan mempunyai banyak pemain muda yang bagus. Namun, kurangnya kepercayaan dan kesempatan kepada mereka, membuat kita salah menetapkan tujuan menghamparkan sepakbola prestasi. Akibatnya, kerugian beruntun kita dapatkan, prestasi gagal diraih, pemain binaan kita terpinggirkan. Itu tidak boleh terulang lagi,” beber mantan pemain Persib keturunan Ambon ini.(Reza/Pahlawan)
Tragis sekaligus miris. Apalagi biaya mendatangkan mereka jelas tidak sedikit. Bahkan menguras kocek manajemen tim. Ironisnya, proyek mercusuar Maung Bandung itu tidak pernah berhenti. Malah sudah menjadi tradisi yang menguratakar. Dan jadi trend setter setiap kompetisi LSI digulirkan.
“Manajemen tim Persib sudah terjebak pada stigma pemain hebat dan berpengalaman pasti bisa mempersembahkan gelar juara. Hingga mereka tidak pernah bosan untuk terus mendaratkan pemain berkualitas jempolan setiap kali kompetisi digulirkan. Dan menggusur pemain muda yang potensial. Nyatanya, Persib terus menangkap angin,” beber Max Timisela, mantan pemain Persib era 70-an.
Padahal, menurut Max, gelar juara itu tidak bisa ditentukan oleh banyaknya deretan pemain hebat yang menghiasi sebuah tim. Tapi lahir dari sebuah kebersamaan dan kecintaan yang tulus pada tim yang dibelanya. Itu yang bisa membuat motivasi dan daya ledak sebuah tim menggila di setiap laga wajibnya.
"Pemain berpengalaman dan punya nama memang dibutuhkan sebuah tim. Tapi, bukan satu-satunya kunci kesuksesan. Justru, kumpulan pemain yang datang dengan hati bersih dan kecintaan bermain untuk Persib yang bisa merubah kebuntuan prestasi. Saya yakin itu," tukas Max pada persibholic.com.
Max tidak sedang bermimpi. Bukti sudah terhampar jelas. Sejak kran pemain hebat dibuka lebar manajemen Persib, belum ada gelar prestisius yang bisa dipeluk jagoan Bandung. Torehan terbaik hanya peringkat tiga klasemen umum sementara, kala Persib masih dibesut Jaya Hartono.
Itu sebabnya, dalam upaya meraih gelar juara yang telah hilang, seharusnya dalam mencari pemain, Persib jangan lagi terlena dengan para pemain yang mempunyai nama besar. Tapi, membudayakan perekrutan pemain berdasarkan kebutuhan tim. Dan skema permainan yang diinginkan.
"Sebenarnya, Tanah Pasundan mempunyai banyak pemain muda yang bagus. Namun, kurangnya kepercayaan dan kesempatan kepada mereka, membuat kita salah menetapkan tujuan menghamparkan sepakbola prestasi. Akibatnya, kerugian beruntun kita dapatkan, prestasi gagal diraih, pemain binaan kita terpinggirkan. Itu tidak boleh terulang lagi,” beber mantan pemain Persib keturunan Ambon ini.(Reza/Pahlawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar